Mimbar Redaksi

Pahlawan dan Pengurbanan

Sejauh mata memandang kulihat gundukan sampah yang menggunung, puluhan orang sedang asyik mengais-ngais, memilah plastik, logam dan barang-barang lain yang kemudian dimasukkannya kekeranjang yang menempel dipunggungnya. Bau menyengat tak dihiraukannya. Sementara yang lain meratakan gundukan-gundukan kecil yang berteberan disekelilingnya. Dan semtara 80 km dari Denpasar tepatnya di Bongan Cina kulihat sekelompok orang yang dengan tekun membina para petani selama tujuh tahun, berawal dari keprihatinan saat harga kopi anjlok ketitik terendah. Khawatir pohon kopi ditebangi sebagaimana saat anjloknya harga cengkeh dahulu, padahal pohon kopilah yang paling ideal untuk daerah lereng gunung agar tidak longsor kala hujan sekaligus mampu menahan air, karena bongan cina merupakan sumber utama pemasok air daerah Bali Selatan. Berkat ketekunan dan kerja keras tanpa pamrih, masayarakat mulai menuai hasil yang semakin meningkat dengan pertanian ekologisnya. Kulihat juga dilayar TV seseorang di Bandung (H.Ali Dinar) membuat penyaring air/filter dari bahan-bahan sederhana yang dimasukkan dalam tangki untuk menyaring air sungai yang keruh hingga menjadi bening (layak diminum langsung) dan sudah diuji dilaboratorium pemerintah yang hasilnya positif layak minum. Masyarakat sekitarnya diperkenankan mengambil air tersebut dengan gratis. Padahal biasanya masyarakat membeli air Rp.1000 hingga Rp 2000 / galon.

Bisa kita bayangkan seandainya petugas sampah mogok kerja selama sebulan bagaimana wajah kota kita. Dan bila pohon kopi ditebangi maka kerusakan ekosistem Bali Selatan terjadi, longsor, banjir dan kekeringan. Bayangkan jika disetiap lingkungan kita ada orang seperti H.Ali Dinar, yang kreatif dan tekun bekerja tanpa pamrih demi kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Sudah saatnya kita tumbuhkan dihati kita masing-masing semangat pahlawan yang rela berkurban tanpa pamrih.