Topik Utama

MEMBANGKIT BATANG TERENDAM

MENGHIDUPKAN SEMANGAT BERKURBAN

1. Mencakup Aspek Ritual dan Sosial

Berawal dari peristiwa ujian Allah kepada Ibrahim AS. diperintah agar menyembelih putera tercintanya Ismail AS.

Karena ketulusan Ibrahim mematuhi perintah dengan kepasrahan total sang putera siap dikurbankan.

Kemudian Allah berkenan mengganti penyembelihan itu dengan seekor kambing-domba yang besar. (Alqur’an, AshShaffat ayat 107).

Maka dikenal syariat ”qurban” sedangkan hewan yang disembelih disebut ”udhiyyah”. Allah memerintahkan syariat Qurban kepada Muhammad SAW. pada tahun kedua Hijrah, bersamaan dengan perintah zakat dan sholat Ied Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah . (Alquran, Alkautsar ayat 2), lantas diperjelas oleh Nabi SAW. Barang siapa yang mempunyai kesempatan/kemampuan tapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri tempat sholat kami. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Sebagaimana umumnya ibadah dalam syariat Islam, disamping nilai ritualnya mencakup kepentingan hidup bermasyarakat, tolong menolong sebagai bukti kepedulian terhadap fakir miskin dan mereka yang dhuafa (lemah). Juga syariat Qurban merupakan tindak lanjut dari natijah puasa yang lalu serta peningkatan dari gerakan mengeluarkan zakat-fithrah pada waktu Idul Fitri.

2. Ruh Semangat Mujahadah

Diambil dari kata ”qurban” dikembangkan menjadi ”pengurbanan”, dalam bahasa Indonesia tidak selalu bernilai materi semata, namun merupakan bukti rasa cinta dan syukur akan karunia Allah baik yang bersifat materi maupun non materi. Tidak sekali-kali daging dan darah (sembelihan) itu mencapai ridho Allah, tetapi takwa dari kalian yang sampai kepada-Nya. (Alqur’an, Alhajj ayat 28, 36 dan 37).

Dorongan rasa cinta dan syukur akan hidayah Allah, itu pula yang menjadi ruh/semangat bagi Bilal bin Rabah rela menanggung siksa demi mempertahankan Tauhidnya.

Semangat yang sama pula menjiwai kepasrahan keluarga Yasir dan Um Yassir meregang nyawa dengan senyuman ditangan tirani Quraisy.

Gelora mujahadah itulah yang mendorong rombongan sahabat berangkat ke Habasyah (Ethiopia) sampai dua kali, .....

dan kemudian semangat yang sama menjadikan ringan langkah pemuda Mush’ab bin Umair meninggalkan kemewahan dan kemanjaan dirumah orang tua untuk jadi perintis mengajar kaum muslimin yang baru dinegeri Yastrib.

Semangat rela berkurban bersumber rasa cinta dan syukur kepada sang Khalik terus mengalir, diwariskan dari generasi ke generasi.

Sejak generasi pertama Muhajirin dan Anshor yang telah berkurban menancapkan kejayaan Islam, dilanjutkan Tabiin dan diwarisi oleh para Tabi’ Tabiin.

Kepeloporan diberbagai bidang, pemerintahan, ilmu pengetahuan, pertanian, arsitektur dan lain-lain.

Pengurbanan para pencatat dan pengumpul Hadis, sejak para sahabat berlanjut pada tokoh semacam Muhammad bin Syihab AzZuhri dan para Ulama selanjutnya yang rela bepergian berbulan-bulan untuk menjumpai seorang perawi yang diharapkan memperkaya catatan hadis atau para penghafal.

Para pengembang ilmu, dari penyalinan sampai penterjemahan dari buku peninggalan sampai peletak dasar berbagai lmu seperi Ibnu Sina, Ibnu Rusyd sampai Al-Khawarizmi dan lain-lain.

3. Merambah Kepulauan Nusantara

Semangat rela berkurban itu pula yang mendorong para mujahid-dakwah menyeberang sungai dan mengarungi lautan membawa Islam kemana-mana. Baik langsung maupun lewat berbagi daerah akhirnya merambah kepulau Nusantara, mengikuti jalur perdagangan terutama rempah-rempah dan jalur Sutera.

Dalam waktu relatif singkat, terbentuk komunitas muslim di berbagai kota pelabuhan, cikal-bakal yang kelak menumbuhkan kerajaan, kesultanan mulai Pasai, Babus di pulau Sumatra, terus ke Demak, Giri, Banten dan lain-lain.

Terkenal para penyebar Islam yang gigih di pulau Jawa dengan Walisongo yang terkenal bijak dan beberapa raja yang meletakkan dasar masyarakat muslim di Nusantara dengan warna budaya yang khas, perpaduan dari berbagai kebudayaan yang dipersatukan dengan budaya Nusantara.

Memang waktunya sangat singkat, karena belum sampai berakar kuat keberadaan Islam telah dihadapkan kepada penjajah barat yang silih berganti mencengkeramkan kekuasaannya melalui kongsi dagang VOC.

Dan sejak itu dimulailah perjuangan ratusan tahun lamanya menolak dan mengusir penjajah, melahirkan para pejuang sejak dari Imam Bonjol, Teuku Umar, Cut Nyak Din sampai Pangeran Diponegoro, Hasanuddin dan lain-lain.

Satu demi satu mereka ditumpas dan berakhir dipembuangan sementara yang lain gugur di medan perjuangan.

Era baru perjuangan kemerdekaan disemangati kesadaran berbangsa, terutama di semangati jiwa Sumpah Pemuda.

4. Menghidupkan Kembali Semangat Pengurbanan

Dengan diproklamirkan NKRI tugas dakwah mengisi kemerdekaan dan memajukan kesejahteraan terbuka kesempatan seluas-luasnya. Kualitas kehidupan umat wajib kita tingkatkan, ketertinggalan dan kebodohan merupakan musuh yang harus dilawan setelah penjajahan pisik bangsa asing kita usir dari bumi pertiwi.

Mestinya umat ini memerlukan lebih banyak mujahid-dakwah yang memiliki semangat pengurbanan, untuk menyeru ke jalan Allah.

Kenyataannya justru semangat para mubalig makin mengendor, lebih banyak pula yang tertarik menjadi juru kampanye atau berdakwah untuk kelompok tertentu saja.

Sebagian lainnya berdalih professionalis akhirnya mendorong dakwah sebagai ’pekerja’ untuk maisyah (penghidupan) semata.

Diperlukan upaya nyata merekontruksi kembali semangat berdakwah ilallah dengan data dan program yang konkrit.

Desa dan kampuntg muslim yang bertebaran diseluruh Bali merupakan potensi yang harus disinergikan agar bisa dikembangkan kemandiriannya.

Diperlukan korp mubalig muda, yang siap diterjunkan ke desa-desa dan komunitas muslim.

Mubalig muda yang belum terkontaminasi ashabiyah golongan, belum terjangkit penyakit hubbud-dunya wakarahiyatul-maut. Semoga (AHA)



Hj Suyono, Ketua AsSyifa.

Tutur katanya lembut, mengalir dan mengalir...., kala redaksi berkesempatan berkunjung kerumahnya yang sekaligus sebagai tempat berkumpulnya Muallaf (As-Syifa).

Menurut ibu yang sangat aktif ini, kemajuan dakwah umat relatif lebih baik terutama sarana dan prasarananya, TPA/TPQ, Majelis Taklim tersebar di seluruh masjid/musholla, toko-toko busana muslim bertebaran dimana-mana.

Pada awal tahun 1980-an, Bali masih sedikit kegiatan dakwah termasuk sarana dan prasarananya, saya (Hj. Suyono, red) sendiri masih kesulitan mencari lembaga TPQ/TPA untuk anak saya, dan akhirnya saya memanggil seorang ustad (guru privat) untuk mendidik anak-anak saya.

Dari pengalaman itu, akhirnya beliau mempunyai obsesi berdirinya sebuah lembaga pendidikan Islam yang bermutu, yang benar-benar unggul dibidang IPTEK maupun IMTAK.

*

Akhirnya obrolan ditutup dengan pengalaman spiritual yang dirasakannya setelah secara intens terjun langsung dijalan dakwah, ”Sekarang saya merasakan ketenangan jiwa yang begitu mendalam, tidak seperti dulu yang masih sering stres dengan kesibukan mencari materi semata. Bisnis tetap jalan sebagaimana mestinya, namun saya jalankan dengan mengharap ridho Allah SWT semata. Apalagi saat saya mencoba membagi kebahagiaan kepada saudara kita para muallaf yang secara intensif megikuti pengajian dirumah saya, dengan mengajak mereka berwisata dakwah ke Jawa. Baru kali ini saya merasakan suatu kebahagiaan tiada tara yang begitu mendalam, tiada sesuatu apapun yang sanggup menggantikan kebahagian itu”.


Album Dinamika

Album Dinamika Umat 7

MEMBANGKIT BATANG TERENDAM - MENGHIDUPKAN SEMANGAT BERKURBAN

Topik Utama

1. Mencakup Aspek Ritual dan Sosial
Berawal dari peristiwa ujian Allah kepada Ibrahim AS. diperintah agar menyembelih putera tercintanya Ismail AS.
Karena ketulusan Ibrahim mematuhi perintah dengan kepasrahan total sang putera siap dikurbankan.
Kemudian Allah berkenan mengganti penyembelihan itu dengan seekor kambing-domba yang besar. (Alqur’an, AshShaffat ayat 107).
Maka dikenal syariat ”qurban” sedangkan hewan yang disembelih disebut ”udhiyyah”. Allah memerintahkan syariat Qurban kepada Muhammad SAW. pada tahun kedua Hijrah, bersamaan dengan perintah zakat dan sholat Ied Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah . (Alquran, Alkautsar ayat 2), lantas diperjelas oleh Nabi SAW. Barang siapa yang mempunyai kesempatan/kemampuan tapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri tempat sholat kami. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Sebagaimana umumnya ibadah dalam syariat Islam, disamping nilai ritualnya mencakup kepentingan hidup bermasyarakat, tolong menolong sebagai bukti kepedulian terhadap fakir miskin dan mereka yang dhuafa (lemah). Juga syariat Qurban merupakan tindak lanjut dari natijah puasa yang lalu serta peningkatan dari gerakan mengeluarkan zakat-fithrah pada waktu Idul Fitri.

2. Ruh Semangat Mujahadah
Diambil dari kata ”qurban” dikembangkan menjadi ”pengurbanan”, dalam bahasa Indonesia tidak selalu bernilai materi semata, namun merupakan bukti rasa cinta dan syukur akan karunia Allah baik yang bersifat materi maupun non materi. Tidak sekali-kali daging dan darah (sembelihan) itu mencapai ridho Allah, tetapi takwa dari kalian yang sampai kepada-Nya. (Alqur’an, Alhajj ayat 28, 36 dan 37).

Dorongan rasa cinta dan syukur akan hidayah Allah, itu pula yang menjadi ruh/semangat bagi Bilal bin Rabah rela menanggung siksa demi mempertahankan Tauhidnya.
Semangat yang sama pula menjiwai kepasrahan keluarga Yasir dan Um Yassir meregang nyawa dengan senyuman ditangan tirani Quraisy.
Gelora mujahadah itulah yang mendorong rombongan sahabat berangkat ke Habasyah (Ethiopia) sampai dua kali, .....
dan kemudian semangat yang sama menjadikan ringan langkah pemuda Mush’ab bin Umair meninggalkan kemewahan dan kemanjaan dirumah orang tua untuk jadi perintis mengajar kaum muslimin yang baru dinegeri Yastrib.

Semangat rela berkurban bersumber rasa cinta dan syukur kepada sang Khalik terus mengalir, diwariskan dari generasi ke generasi.
Sejak generasi pertama Muhajirin dan Anshor yang telah berkurban menancapkan kejayaan Islam, dilanjutkan Tabiin dan diwarisi oleh para Tabi’ Tabiin.
Kepeloporan diberbagai bidang, pemerintahan, ilmu pengetahuan, pertanian, arsitektur dan lain-lain.
Pengurbanan para pencatat dan pengumpul Hadis, sejak para sahabat berlanjut pada tokoh semacam Muhammad bin Syihab AzZuhri dan para Ulama selanjutnya yang rela bepergian berbulan-bulan untuk menjumpai seorang perawi yang diharapkan memperkaya catatan hadis atau para penghafal.
Para pengembang ilmu, dari penyalinan sampai penterjemahan dari buku peninggalan sampai peletak dasar berbagai lmu seperi Ibnu Sina, Ibnu Rusyd sampai Al-Khawarizmi dan lain-lain.

3. Merambah Kepulauan Nusantara
Semangat rela berkurban itu pula yang mendorong para mujahid-dakwah menyeberang sungai dan mengarungi lautan membawa Islam kemana-mana. Baik langsung maupun lewat berbagi daerah akhirnya merambah kepulau Nusantara, mengikuti jalur perdagangan terutama rempah-rempah dan jalur Sutera.
Dalam waktu relatif singkat, terbentuk komunitas muslim di berbagai kota pelabuhan, cikal-bakal yang kelak menumbuhkan kerajaan, kesultanan mulai Pasai, Babus di pulau Sumatra, terus ke Demak, Giri, Banten dan lain-lain.

Terkenal para penyebar Islam yang gigih di pulau Jawa dengan Walisongo yang terkenal bijak dan beberapa raja yang meletakkan dasar masyarakat muslim di Nusantara dengan warna budaya yang khas, perpaduan dari berbagai kebudayaan yang dipersatukan dengan budaya Nusantara.

Memang waktunya sangat singkat, karena belum sampai berakar kuat keberadaan Islam telah dihadapkan kepada penjajah barat yang silih berganti mencengkeramkan kekuasaannya melalui kongsi dagang VOC.
Dan sejak itu dimulailah perjuangan ratusan tahun lamanya menolak dan mengusir penjajah, melahirkan para pejuang sejak dari Imam Bonjol, Teuku Umar, Cut Nyak Din sampai Pangeran Diponegoro, Hasanuddin dan lain-lain.

Satu demi satu mereka ditumpas dan berakhir dipembuangan sementara yang lain gugur di medan perjuangan.
Era baru perjuangan kemerdekaan disemangati kesadaran berbangsa, terutama di semangati jiwa Sumpah Pemuda.

4. Menghidupkan Kembali Semangat Pengurbanan
Dengan diproklamirkan NKRI tugas dakwah mengisi kemerdekaan dan memajukan kesejahteraan terbuka kesempatan seluas-luasnya. Kualitas kehidupan umat wajib kita tingkatkan, ketertinggalan dan kebodohan merupakan musuh yang harus dilawan setelah penjajahan pisik bangsa asing kita usir dari bumi pertiwi.

Mestinya umat ini memerlukan lebih banyak mujahid-dakwah yang memiliki semangat pengurbanan, untuk menyeru ke jalan Allah.

Kenyataannya justru semangat para mubalig makin mengendor, lebih banyak pula yang tertarik menjadi juru kampanye atau berdakwah untuk kelompok tertentu saja.

Sebagian lainnya berdalih professionalis akhirnya mendorong dakwah sebagai ’pekerja’ untuk maisyah (penghidupan) semata.

Diperlukan upaya nyata merekontruksi kembali semangat berdakwah ilallah dengan data dan program yang konkrit.

Desa dan kampuntg muslim yang bertebaran diseluruh Bali merupakan potensi yang harus disinergikan agar bisa dikembangkan kemandiriannya.

Diperlukan korp mubalig muda, yang siap diterjunkan ke desa-desa dan komunitas muslim.

Mubalig muda yang belum terkontaminasi ashabiyah golongan, belum terjangkit penyakit hubbud-dunya wakarahiyatul-maut. Semoga (AHA)

”Silaturrahim yang tulus merupakan salah satu kunci keberhasilan”

Hj Aisyah Habib Adnan.

Canda dan tawa selalu menyeruak kala redaksi berhasil mewawancarai ibu kita yang satu ini, ada kata yang selalu muncul disela-sela wawancara aku sudah banyak yang lupa, itu lho bapak yang selalu ingat segala kejadian masa lalu.
Namun redaksi berhasil juga membangkitkan beberapa ingatan beliau saat berjuang bersama ibu-ibu yang lain membantu mewujudkan gagasan mendirikan Panti Asuhan YAPPA.
Yang paling diingat adalah saat bersama ibu Kadir (Alm) bersilaturrahim ke majelis-majelis taklim dan donatur dengan tulus dan terus menerus hingga terwujudnya panti asuhan YAPPA.
Menurut ibu yang baru sebulan lalu merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-62 ini, dulu umat Islam di Denpasar masih sedikit, dan kegiatan ekonominya tidak sesibuk sekarang.
Masih banyak waktu luang, dan silaturrahim terjalin dengan sangat erat dan kuat antar individu maupun keluarga.
Namun sekarang kesibukan orang per orang sangat padat, jumlah umatpun bertambah banyak ditambah lagi makin banyaknya organisasi / lembaga sehingga kekerabatan kita makin renggang (Ukhuwah umat, red).
Tapi mudah-mudahan kita masih rukun-rukun saja, walau silaturrahimnya terbatas pada masing-masing organisasi / lembaga, jangan sampai terpecah-pecah apalagi kalau sampai bermusuhan.
Jangaaaan ya ! Itulah sekelumit penuturan beliau yang diakhiri dengan pesan yang mendalam dari seorang ibu yang telah sekian puluh tahun mendampingi suami berjuang dijalan dakwah demi peningkatan kualitas umat Islam di Bali

Mimbar Redaksi

Pahlawan dan Pengurbanan

Sejauh mata memandang kulihat gundukan sampah yang menggunung, puluhan orang sedang asyik mengais-ngais, memilah plastik, logam dan barang-barang lain yang kemudian dimasukkannya kekeranjang yang menempel dipunggungnya. Bau menyengat tak dihiraukannya. Sementara yang lain meratakan gundukan-gundukan kecil yang berteberan disekelilingnya. Dan semtara 80 km dari Denpasar tepatnya di Bongan Cina kulihat sekelompok orang yang dengan tekun membina para petani selama tujuh tahun, berawal dari keprihatinan saat harga kopi anjlok ketitik terendah. Khawatir pohon kopi ditebangi sebagaimana saat anjloknya harga cengkeh dahulu, padahal pohon kopilah yang paling ideal untuk daerah lereng gunung agar tidak longsor kala hujan sekaligus mampu menahan air, karena bongan cina merupakan sumber utama pemasok air daerah Bali Selatan. Berkat ketekunan dan kerja keras tanpa pamrih, masayarakat mulai menuai hasil yang semakin meningkat dengan pertanian ekologisnya. Kulihat juga dilayar TV seseorang di Bandung (H.Ali Dinar) membuat penyaring air/filter dari bahan-bahan sederhana yang dimasukkan dalam tangki untuk menyaring air sungai yang keruh hingga menjadi bening (layak diminum langsung) dan sudah diuji dilaboratorium pemerintah yang hasilnya positif layak minum. Masyarakat sekitarnya diperkenankan mengambil air tersebut dengan gratis. Padahal biasanya masyarakat membeli air Rp.1000 hingga Rp 2000 / galon.

Bisa kita bayangkan seandainya petugas sampah mogok kerja selama sebulan bagaimana wajah kota kita. Dan bila pohon kopi ditebangi maka kerusakan ekosistem Bali Selatan terjadi, longsor, banjir dan kekeringan. Bayangkan jika disetiap lingkungan kita ada orang seperti H.Ali Dinar, yang kreatif dan tekun bekerja tanpa pamrih demi kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Sudah saatnya kita tumbuhkan dihati kita masing-masing semangat pahlawan yang rela berkurban tanpa pamrih.

Sekapur Sirih

Menghidupkan Semangat Berkurban

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap keinginan dan cita-cita luhur untuk mencapai kemuliaan dan meningkatkan kesejahteraan harus melalui perjuangan. Dan setiap perjuangan menuntut pengorbanan yang tidak sedikit, baik harta, waktu bahkan fisik mengatasi berbagai kendala yang menghadang.

Dinamika Ummat edisi kali ini akan tiba diharibaan saudara mencakup masa penghujung Nopember menyambut Desember 2007. Dua bulan yang sarat dengan pesan pengorbanan. Sepuluh Nopember hari Pahlawan yang meninggalkan jejak heroik, semangat ”Merdeka atau Mati” yang telah dibuktikan oleh arek-arek Surabaya dibawah komando Allahu Akbar. Sedangkan 20 Desember, ummat Islam akan menyambut Idul Adha (Hari Raya Kurban) meneladani kepeloporan dan pengorbanan keluarga Ibrahim AS. dengan putera tercinta Ismail AS. serta ibundanya Hajar.

Bercermin pada pengorbanan para Salaf al-Shalih, tabiin dan tabi’ tabiin yang telah menorehkan semangat pengorbanan yang tinggi dibidang penyebar luasan ilmu, pengumpulan dan penyeleksian Al-Hadist serta dibidang dakwah Islam pada umumnya.

Perlu dikenal dengan baik perjalanan dakwah Islam yang menjadi bagian penting pembentukan semangat kesadaran berbangsa.

Kedatangan para santri dari berbagai pelosok Nusantara belajar Islam di pondok pesantren di tanah Jawa, bertebaran para dai dan mubalig menyeberang lautan, merambah hutan.
Semangat yang diwariskan almarhum Buya Hamka sebagai mubalig muda, berdakwah di Sulawesi, Zainal Fanani dan AR Fakhruddin dipedalaman Sumatra bagian Selatan laksana mata rantai penyambung amaliyah Walisongo yang menancapkan kalimah thoyyibah ditanah Jawa. Dilanjutkan mubalig Hijrah dan dai transmigran dipelosok tanah air.

Ada kegamangan mencuatkan pertanyaan, masihkah tersisa semangat kepeloporan dan pengorbanan pada generasi kita ditengah hiruk-pikuk materialistis yang menyebar, semangat hedonistik dan trend konsumerisme yang dikobarkan-kobarkan industri media penyiaran baik cetak maupun elektronik.

Sejauh mana upaya umat Islam, mempersiapkan program dan mewujudkan estafet dakwah dengan semangat kepeloporan dan pengorbanan.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

H. A. Hasan Ali.
Ketua Umum MUI Prov Bali